Selasa, 28 Juni 2011
Pasar Tanah Abang Jakarta Semakin Semrawut
Tanah Abang - Seperti ruas jalan ibukota lainnya, kawasan Pasar Tanah Abang belum juga terbebas dari kemacetan kronisnya. Ibarat benang kusut, lalu lintas di Grosir Tanah Abang makin semrawut bak benang kusut.
Padahal, Pemerintahan Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah mencoba berbagai jurus menanggulangi kemacetan di kawasan pusat perdagangan tekstil terbesar di Asia Tenggara ini. Di antaranya, pembangunan jalur underpass dan penerapan jalur satu arah.
Seperti diketahui, Pasar Tanah Abang dari dulu dikenal masyarakat sebagai kiblatnya barang tekstil. Sehingga banyak pengusaha berbondong-bondong berburu barang dagangannya disini.
Akan tetapi, aktivitas perdagangan dan hilir mudiknya pengunjung justru berdampak pada arus jalan raya. Setiap pengguna jalan yang ingin melewati jalan di depan pasar tersebut dihadapkan pada kemacetan. Ini terbukti dengan panjangnya antrian kendaraan dari arah Karet menuju Cideng atau pun sebaliknya.
Kemacetan ini terjadi nyaris sepanjang waktu, dari pagi hari sampai berakhirnya aktivitas masyarakat ibukota pada malam hari.
Di antara penyebab kemacetan ini misalnya adalah aktivitas bongkar muat barang, pengunjung yang meluber sampai ke jalan, dan angkutan umum yang berhenti sembarangan. Karena itu, arus jalan tersendat ketika pengendara ingin memasuki jalur underpass yang terdapat di depan pasar Tanah Abang.
Seorang juru parkir di depan salah satu ruko Tanah Abang, Daryanto (52), mengatakan, dari awal berdirinya pasar Tanah Abang, kemacetan memang sudah terjadi. Bahkan sampai sekarang, meski underpass yang dianggap pemerintah sebagai solusi tepat mengentaskan kemacetan sudah tersedia. “Mungkin, kemacetan akan menjadi trademark-nya pasar ini. Lihat saja sekarang, kemacetan itu masih saja terjadi,” kata pria yang sudah mengawali profesinya sebagai tukang parkir sejak 1998 di wilayah tersebut.
Dimanapun, lanjutnya, keberadaan pusat perbelanjaan di Jakarta sudah pasti berdampak pada kemacetan. Apalagi, Jakarta tergolong padat dengan kendaraan bermotor. Terlebih sejak pasar Tanah Abang direnovasi pada 2005, kesan kumuh, padat, dan panas tidak lagi melekat di pasar yang kini dikenal dengan Blok A pasar Tanah Abang. Kondisi ini makin menambah jumlah konsumen yang datang.
“Tanah Abang sama seperti pusat belanja lainnya. Macet. Lihat saja mall Ambassador yang tak jauh dari sini, jalan depannya pasti macet,” terangnya.
Daryanto menilai, biang kemacetan itu terutama disebabkan kendaaraan umum dan angkutan barang yang berhenti di sembarang tempat. “Angkutan umum itu kan mencari calon penumpang,” jawabnya.
Selain di sepanjang jalan menuju pasar Tanah Abang, di persimpangan lampu merah Tanah Abang, tepatnya di bawah flyover karet menuju Cideng atau flyover dari arah Jatibaru menuju Jalan Kebon Sirih, juga sering dilanda kemacetan. Terutama pada pagi dan sore hari, ketika sistem three in one berlaku di Jalan MH Thamrin.
Padahal, beberapa bulan lalu Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta baru saja menerapkan jalur satu arah di Jalan Jati Baru. Kendaraan dari Jalan Abdul Muis menuju Petamburan harus melewati Jalan Fakhrudin.
Untuk itu, petugas memasang tanda larangan melintas menuju Jl Jatibaru. Namun, pemasangan tanda tersebut mengakibatkan ruas Jalan Fakhrudin atau tepat di depan Hotel Millennium tersendat. Hal itu disebabkan banyak pengendara yang bingung memilih jalur. Apakah menuju Karet ataukah Slipi. “Pemberlakuan sistem satu arah ini memang sudah lama diterapkan. Tapi, langkah ini belum bisa mengatasi kemacetan.
“Pembatasan ruas jalur di jalan Fakhrudin menyebabkan kebingungan pengendara,” ujar Tarso (42), salah seorang pengendara sepeda motor yang hendak menuju arah Slipi, Jakarta Barat.
Kemacetan di jalan ini menurutnya memang rutin terjadi, terutama pagi dan sore hari. Kepadatan kendaraan ini, lanjut Tarso, disebabkan pengendara yang mencoba menghindari pemberlakuan sistem 3 in 1 di Jalan MH. Thamrin.
Koleksi produk terlaris Grosir Tanah Abang
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar